04. AIDA SETYOWATI - TEKAD YANG TAK PERNAH PUDAR

04.59

Namaku Anisa Dewi. Orang-orang banyak yang memanggilku Anisa, namun ada juga sebagian dari mereka memanggilku Dewi. Sudah hampir 7 tahun ku menetap dan melewati hari-hari ku di negeri sakura. Ya, di negeri yang penuh dengan kedisiplinan dan kompetitif yang tinggi, itulah Jepang. Disana kutimba ilmu lebih dalam dan kudapatkan pengalaman yang tak terlupakan. Selepas SMA kuputuskan untuk mencoba beasiswa Monbukagakushou (Beasiswa pemerintah Jepang untuk pelajar Indonesia) dan Alhamdulillah saat ini aku telah lulus dengan gelar Sarjana Teknik (S.T.) Jurusan Arsitektur di Universitas Osaka. Universitas terbaik no.2 seantero Jepang.
****
            Anisa Dewi. Seorang pelajar yang mempunyai hobi membaca komik, penggemar aliran musik jepang, dan hal-hal lain berbau jejepangan. Ya, itulah aku. Selain itu semua, aku sangat hobi menggambar berbagai macam tipe seperti sketch, anime, ataupun gambar-gambar abstrak. Hobi ku ini baru terlihat saat aku menginjak bangku SMP kelas 2. Saat itu banyak teman-temanku yang menyukai komik-komik jepang sehingga aku termotivasi untuk membuat suatu karya seperti gambar-gambar yang ada di dalam komik.
            Saat menginjak bangku SMA, sudah ada bayangan di benakku apa yang akan kulanjutkan selepas SMA. Entah mengapa, Arsitektur sangat menggodaku untuk terjun ke dunia tersebut. Dunia yang penuh dengan rancangan-rancangan model rumah dan gedung-gedung. Semenjak kelas 1 SMA, sudah kubulatkan tekad untuk kudapatkan SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) undangan jurusan Arsitektur ITB. Dengan semangat tinggi dan dibantu dengan doa kujalani hari-hari SMA.
            Seiring waktu berjalan, bangku kelas 3 SMA  sangat cepat menghampiriku. Semester 1 di kelas 3 SMA merupakan penentu akhir raport apakah aku lolos seleksi SNMPTN atau tidak. Alhamdulillah kulalui Semester 1 ku dengan lancar. Namun setelah itu semakin dekatlah hari Ujian Nasional. H-beberapa hari UN, kujalani hari dengan penuh semangat dan dengan selalu kupanjatkan doa kepada sang Maha Kuasa. Tanpa rasa gelisah kurasakan. Hal tersebut membuatku menjadi tidak tegang dalam menghadapi Ujian Nasional.
            Tibalah saatnya hari Ujian Nasional. Entah mengapa rasa nervous sedikit menggelayutiku. Tapi aku singkirkan semua perasaan itu jauh-jauh. Alhasil Ujian Nasional ku berjalan dengan lancar. Setelah Ujian Nasional selesai, bukan waktu ku untuk leha-leha menunggu hasil. Dalam rentang waktu sebulan menunggu pengumuman, kujalani hari-hari dengan mencari informasi mengenai dunia perkuliahan dan juga beasiswa ke luar negeri terutama beasiswa ke Jepang. Selain itu aku juga harus melengkapi persyaratan SNMPTN undangan. Dalam SNMPTN undangan ini, tentu kupilih jurusan yang kusebutkan dari awal, jurusan Arsitektur ITB. Ya memang untuk jurusan ini banyak sekali pesaing di luar sana dan guru-guru pembimbing ku di SMA pun juga banyak yang memberi masukan untuk tidak mengambil jurusan ini karena kemungkinan kecil mendapatkannya. Tetapi tetap saja, tekadku yang sudah bulat membuatku enggan untuk pindah ke jurusan lain.
            Setelah sebulan menunggu, hari yang penuh ketegangan pun tiba. Hari penentuan apakah aku lulus atau tidak. Jeng jeng jeng… Alhamdulillah… Allah mengabulkan doa ku. Aku lulus dengan nilai terbaik. Entah mengapa rasa haru bahagia bergelayut dalam emosi ku saat itu. Semakin mantaplah diriku ini untuk mendapatkan SNMPTN dua hari setelah pengumuman UN.
            Pengumuman SNMPTN pun tiba. Saat itu pengumuman disampaikan di website sekolah pada sore hari. Sudah kupersiapkan segala hal untuk membuka informasi tersebut di internet. Pada saat itu, pengumuman di umumkan jam 5 sore. Tetapi aku menunggunya di depan layar komputer 4 jam sebelumnya. Saking penasaran terhadap pengumuman tersebut, aku pun sampai lupa makan. Akhirnya Ibu pun menyuapiku sembari menunggu hasil pengumuman. Tik tok tik tok… Jarum jam pun menunjukkan di angka 5 tepat. Tak kusabar ingin kubuka website sekolah. Meskipun sempat terjadi hambatan koneksi internet, akhirnya aku pun berhasil membukanya. Kucari namaku dengan sangat teliti. Tetapi apalah daya hingga akhirnya tak kudapati namaku sendiri di jejeran nama calon mahasiswa PTN.
            Sejak saat itu, aku mulai merasa putus asa. Semangatku meredup. Aku berfikir apa yang dikatakan guru pembimbing ku benar. Tak dapat dipungkiri, untuk mendapatkan SNMPTN undangan tidak dapat diraih dengan mudah. Selama beberapa hari bahkan hampir seminggu lamanya aku enggan menyalakan mobile data internet untuk mencari informasi tentang perguruan tinggi negeri lainnya. Hingga akhirnya orang tuaku terus menyemangatiku. Mereka berkata bahwa segala ujian pasti ada maknanya, mungkin jalur kemarin belum diperuntuhkan bagiku. Mengingat kedua orang tuaku yang sudah pensiun, menjadikan ku untuk memutar itak agar dapat kuliah dan membahagiakan mereka tanpa biaya yang memberatkan mereka..
            Berkat dorongan dari kedua orang tuaku dan terus ku panjatkan doa sekencang-kencangnya. Akhirnya ku mulai bangkit kembali. Aku coba semua seleksi masuk perguruan tinggi negeri dan tes-tes beasiswa termasuk beasiswa Monbukagakushou. Semua itu tak semudah seperti yang tertulis. Banyak rintangan yang ku lalui. Aku harus mondar-mandir Jakarta-Bekasi, Bandung-Bekasi, bahkan hingga Purwokerto-Bekasi demi mendapatkan satu kursi di perguruan tinggi negeri. Hingga akhirnya, hasil pun keluar. Alhamdulillah 2 pilihan ku genggam. Jurusan Teknik Industri Universitas Soedirman dan beasiswa Monbukagakushou jurusan Arsitektur Universitas Osaka. Apalah daya, tekadku yang sudah bulat dalam hal arsitektur membuatku yakin untuk memilih beasiswa Monbukagakushou untuk meneruskan studiku. Tetapi orang tuaku tidak tahu jika aku mengambil beasiswa ini. Dalam ketentuan beasiswa Monbukagakushou, calon mahasiswa harus mengikuti pelatihan bahasa Jepang selama setahun. Setelah itu, calon mahasiswa akan diberangkatkan ke Jepang dengan bebas uang pesawat dan mendapatkan tunjangan hidup perbulan. Alhamdulillah terus terucap di mulutku. Ku panjatkan rasa syukur tak terkira kepada sang Maha Kuasa. Semua itu dapat meringankan beban kedua orang tuaku. Setelah mengambil beasiswa ini, aku baru memberitahukannya kepada Bapak dan Ibu. Reaksi keduanya setelah mendengar berita ini membuatku kaget tak terbayang. Entah mengapa, mereka tidak setuju dengan pilihanku ini. Mereka ingin jika aku menetap di Indonesia saja. Mereka tak menjelaskan secara detail tentang ketidaksetujuan mereka. Ya Allah… Harus bagaimana aku ini… Atau mungkin mereka takut jika aku tinggal ke luar benua, tidak ada yang menjaga keduanya. Ya memang benar, selama ini akulah yang menjadi bodyguard kedua orang tua ku. Kedua kakakku pergi keluar kota untuk memenuhi kebutuhan kami di Bekasi.
            Meski demikian, Aku  pun tetap  menjalankan semua prosedur sebelum diberangkatkan ke Jepang. Hal ini kulakukan karena memang inilah cita-citaku. Rasa gelisah pun masih terasa di benakku. Orang tuaku masih enggan memberi persetujuan untukku pergi Jepang. Selama menjalankan semua prosedur tersebut, aku terus berharap agar orang tua ku dapat menyetujui aku untuk pergi ke Jepang. Tak lupa terus ku panjatkan setiap doa tersebut sepanjang hari. Hingga pada akhirnya, tibalah h-7 keberangkatanku ke Jepang. Aku mulai gelisah, bagaimana aku dapat meyakinkan orang tuaku. Ya Allah, haruskah aku relakan semua jeri payah yang telahaku lakukan dalam mendapatkan beasiswa ini. Jika aku tidak mengambil beasiswa ini.. Lalu apa yang akan terjadi. Perguruan tinggi negeri yang telah menerimaku, sudah aku tolak demi mendapatkan beasiswa ini. Orang tua ku tentu tak mampu jika membiayai aku di perguruan tinggi swasta yang harga nya berkali-kali lipat dari perguruan tinggi negeri. Astagfirullahaladzim… Pikiran ku kacau!
            Saat hari-hari terakhir yang seharusnya aku lakukan untuk mempersiapkan diri pergi ke Jepang, aku gunakan untuk meyakinkan kedua orang tuaku agar mereka menyetujui aku pergi ke Jepang. Akhirnya aku pun meminta bantuan kedua kakakku. Mereka pun pulang ke rumah dan kami pun langsung berunding mengenai hal ini di ruang keluarga. Kakakku menjelaskan secara detail tentang beasiswa ini. Mereka pun juga mau menggantikanku menjaga Bapak dan Ibu di rumah. Bapak dan Ibu mendengarkan penjelasan kakak dengan sangat baik. Dan…. Saat-saat mengharukan pun tiba. Bapak dan Ibu menyetujui aku pergi ke Jepang! Alhamdulillah… memang doa kepada sang Maha Kuasa akan terkabul jika kita bersungguh-sungguh dalam suatu hal.
            Sehari setelah orang tuaku menyetujuinya. Aku pun pergi ke Jepang. Sejak saat itu belum terlintas di benakku bagaimana suasana di sana, sifat orang-orang disana, dan segala hal yang benar-benar terjadi di Jepang. Saat tiba disana, Osaka, Jepang, aku pun dijemput oleh pihak yang mengurusi beasiswa ku disana. Inilah pertama kalinya aku menginjakka kaki di negeri orang. Aku masih takut untuk pergi ke mana-mana saat itu. Bukan karena kriminalitas yang terjdi disana, tetapi kemampuan bahasa Jepangku masih cetek. Ya begitulah sang amatiran yang hanya mengikuti 1 tahun pengajaran bahasa Jepang. Tetapi rasa senang masih terasa di benakku. Di rumah tempatku menetap di sana, atau kita sebut kos-kosan. Aku berkenalan dengan orang dari berbagai negara termasuk Jepang. Mereka adalah Zhaqy Yamada asal Jepang, Sufi Aldona asal Turki, Yere Mia Tan asal Tiongkok, dan Brenda asal Amerika. Mereka lah orang-orang yang selalu menemaniku dalam mengisi hari-hari kosong disana. Meskipun kami semua berasal dari negara berbeda, suku dan ras yang berbeda. Tetapi kami bisa saling berkomunikasi satu sama lain baik dengan bahasa Inggris maupun bahasa Jepang. Aku pun sudah menganggap mereka seperti keluarga sendiri. Hal itu membuatku tak merasa takut untuk menjalankan kehidupan di negeri orang.
            Perlu diketahui bahwa sistem pendidikan di Jepang sangat berbeda dari Indonesia. Banyak hal yang dinilai berkesan, yang dapat diambil dari negara ini. Salah satunya adalah tingkat kedisiplinan warganya yang tinggi. Selain itu, orang Jepang juga terkenal sebagai pekerja keras. Sistem pendidikan di Jepang juga dirasa sangat kompetitif. Selain itu lembaga pendidikan di Jepang juga lebih aplikatif dalam penerapan hasil-hasil riset mahasiswanya. Terbukti beberapa hasil riset yang telah diterbitkan langsung diterapkan di berbagai bidang industri di sana. Ya memang hal itu sangat aku rasakan dan aku lalui dengan penuh susah payah. Hal yang menjadi pengalaman tersulit adalah saat dosen menyampaikan materi dan di saat itu juga aku tidak mengerti tentang penjelasannya. Oleh karena itu aku pun sering meminta bantuan teman-teman lain yang dapat menjelaskan dengan susah payah. Seperti yang aku bilang sebelumnya orang-orang disana sangat kompetitif dan banyak yang sulit untuk berbagi ilmu dengan yang lainnya.
            Untuk biaya hidup disana, Alhamdulillah di kota Osaka biaya hidup tak begitu tinggi seperti di Tokyo. Tapi aku juga harus menambah pendapatanku dengan menjalani kerja sambilan. Karena, uang beasiswa tersebut tak tentu kapan datangnya dan kapan perginya. Seperti yang diketahui, di Jepang ada libur musim semi, musim panas, dan musim dingin. Saat aku ingin pulang ke Indonesia untuk temu kangen dengan sanak saudara, aku hanya bisa menggunakan uang dari hasil kerja part-time untuk membeli tiket pesawat. Uang yang diberikan pemerintah Jepang hanya bisa terpakai untuk memenuhi kebutuhan disana dan tiket pesawat saat aku lulus kuliah.
****

            Jika tak dirasakan, tujuh tahun begitu cepat berlalu. Kini, masa-masa sulitku itu tinggal kenangan. Banyak pelajaran yang kupetik dari pengalamanku itu semua. Berkat doa, dukungan orang tua, aku dapat menyelesaikan pendidikan ku yang terbilang lama. Mata pelajaran eksakta atau science memang membutuhkan waktu yang lama sekitar 5 tahunan untuk mendapatkan gelar sarjana. Namun, karena sudah menetap di Jepang, peluang untuk melanjutkan studi magister disana lumayan besar. Aku pun belum bersencana untuk pulang ke Indonesia. Aku ingin melanjutkan studiku ini hingga lulus magister atau S2 di universitas yang sama. Harapanku kedepan, ilmu yang kudapat ini dapat bermanfaat bagi orang banyak dan dapat membahagiakan Bapak dan Ibu yang belum pernah merasakan bangku perkuliahan.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe