19. MAHARDIKA RAVI DWI SYAHPUTRA - TEMAN
04.40
Siang hari adalah hari yang sangat panas disini. Pagi hari saja
sudah panas, ya karena memang cuaca panas seperti ini sudah biasa di Bekasi.
Seperti biasa aku mengayuh sepedaku melewati jalanan Bekasi yang macet. Dilihat
dari jarak rumahku yang cukup jauh dari sekolahku harusnya aku terlambat, tapi
karena aku mempunyai “manajemen waktu” yang baik aku tidak akan terlambat. Aku
berangkat ke sekolah jam enam pagi.
Sepanjang perjalanan, jalanan sudah dipenuhi oleh kendaraan orang-orang yang akan pergi bekerja. Maklum, orang-orang di Indonesia sudah biasa berangkat pagi untuk bekerja. Karena kalau tidak, rezeki kita bisa-bisa dipatok ayam, begitulah kata orang-orang.
Sepanjang perjalanan, jalanan sudah dipenuhi oleh kendaraan orang-orang yang akan pergi bekerja. Maklum, orang-orang di Indonesia sudah biasa berangkat pagi untuk bekerja. Karena kalau tidak, rezeki kita bisa-bisa dipatok ayam, begitulah kata orang-orang.
Namaku Raka. Aku bersekolah di sekolah yang dibilang oleh
orang-orang sekolah model. Aku orang yang biasa yang hanya pergi ke sekolah dan
melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh murid-murid lain, yaitu
belajar. Menurutku, sekolah adalah tempat untuk belajar, bukan tempat untuk
melakukan hal-hal lain yang tak berguna. Aku adalah orang yang realistis, dan
dapat menjadwal seluruh kegiatanku agar aku dapat disiplin. Aku punya kemampuan
analisis yang kuat yang menjadikan aku cukup baik dalam menghadapi dan
menyelesaikan suatu masalah. Di sekolah, masalah-masalah yang kuhadapi adalah
hal-hal yang sepele, seperti kebanyakan PR, kurang tidur, dan masalah asmara.
Aku juga bisa menyelesaikan masalah hanya dengan berpikir dan berbicara. Dan
hari itu adalah hari dimana kehidupanku berubah.
Hari itu adalah hari Senin. Dikarenakan ada upacara bendera, aku
harus hadir lebih awal dari biasanya. Aku berangkat lebih pagi dan lebih cepat
dari biasanya. Aku mengayuh sepedaku secepat kilat, aku tak peduli apakah aku
akan mengalami kecelakaan atau tidak. Tapi, yang terpenting adalah aku harus
sampai di sekolah lebih awal karena kelasku bertugas menjadi perangkat upacara.
Tapi, kemungkinan terburuk pun terjadi. Aku mengalami kecelakaan. Sepedaku
tertabrak mobil, dan aku pun tak sadarkan diri.
Setelah beberapa jam aku pun sadar, aku membuka mata. Pandanganku
masih kabur, aku hanya bisa melihat kilatan-kilatan cahaya. Setelah beberapa
lama pandanganku mulai menjadi jelas. Aku bisa melihat perawat-perawat
mondar-mandir. Ternyata aku berada di ruang UGD. Aku melihat ke sekujur
tubuhku, aku melihat kaki kiri dan tangan kiriku diperban, ternyata aku
mengalami luka yang cukup serius. Tapi karena sudah diperban, aku merasa lebih
baik. Aku melihat sekeliling, para perawat dan dokter jaga sangat sibuk waktu
itu. Aku menyelinap keluar dari ruang UGD dan langsung pergi menuju sekolahku
tanpa memperdulikan sepeda yang kupakai tadi pagi. Jarak Rumah Sakit dengan
sekolahku tidak jauh tapi cukup membuatku kecapekan. Aku tahu aku pasti akan
terlambat dan dihukum, tapi aku bisa menunjukan lukaku kepada satpam agar
diperbolehkan masuk.
Pada saat aku sudah mendekati sekolah, aku mendapati sekolahku
dikerumuni oleh orang-orang dan juga ada mobil polisi disana. Aku bingung.
Langsung saja aku masuk ke sekolah. Sekolah ramai pada saat itu, yang sangat
membuatku bingung adalah kenapa orang-orang tidak berada di dalam kelas. Aku
melihat jam dan mendapati bahwa saat itu sudah jam sebelas. Di dalam sekolah
aku tanyai temanku tentang mobil mobil polisi tersebut. Temanku bernama
Yeremia, orangnya tinggi dan cukup berotot.
“Yere, di luar sekolah ada beberapa
mobil polisi. Sekolah sedang ada masalah apa sampai-sampai polisi datang?”,
kataku.
Yere berkata, “Kamu kemana saja? Lalu kenapa
kamu diperban? Terjadi kecelakaankah?”.
Seperti biasa temanku ini sangat ingin tahu apa yang terjadi dengan
orang lain. Lalu aku menjawab, “Ceritanya panjang, kalau diceritakan sekarang
bisa-bisa kita tidak belajar hari ini”. Yere menjawab dengan pelan, “Tadi pagi
ada sebuah insiden. Pada saat selesai upacara dan murid-murid dibubarkan, ada
sebuah mobil van hitam menerobos masuk lewat gerbang mengarah ke dekat lapangan.
Spontan orang-orang panik dan menghindar. Lalu pada saat mobil itu berhenti,
pintu mobil tersebut terbuka dan keluarlah beberapa orang bersenjata dan
berpakaian serba hitam serta menggunakan masker hitam. Aku menghitung ada enam
orang. Mereka menyuruh semua orang untuk ke lapangan dan tiarap. Yang aku
pikirkan pada saat itu adalah sekolah sedang dalam situasi penyanderaan”.
Aku kaget karena aku masuk melalui gerbang belakang, ternyata
gerbang yang diterobos itu gerbang depan. Perasaanku bercampur rasa senang
karena aku tidak mengalami kejadian seperti itu. Tapi, hal ini membuatku
penasaran. Kemudian Yere melanjutkan ceritanya, “Tapi itu bukan masalah
terbesarnya”. “Lalu apa yang menjadi masalah terbesarnya?, sambung aku. Yere
menghela nafas, “Pada saat penjahat-penjahat itu ingin pergi, mereka membawa
dua orang sandera”. “Siapa saja?”. ”Galang dan……”. “Dan siapa????”. “ Dan
Dewi”. Seketika itu aku merasa ingin pingsan mendengar nama itu. Bagaimana
tidak? Dewi adalah orang yang aku sukai sejak SMP, dan yang lebih mencengangkan
lagi adalah kenapa harus dia. Rasanya aku ingin menjatuhkan diri ke tanah.
Kakiku serasa melayang, aku tidak bisa merasakan kakiku. Yere berusaha
menenangkanku, “Harusnya aku tidak menceritakan ini kepadamu”. Sekolah baru
memulangkan kami semua pada sore hari disaat semua orang sudah dimintai
keterangan.
Di rumah, aku tidak bersemangat melakukan hal-hal lain. Yang
kupikirkan hanya, kenapa ada orang yang mau membawa dua orang temanku? Padahal
mereka bukan orang-orang penting. Aku tidak bisa tidur hanya karena memikirkan
masalah ini, aku tidak makan dan hanya minum. Aku berjalan sambil
memikirkannya. Aku mulai mencari-cari di komputerku tentang siapa saja yang
mempunyai masalah dengan mereka. Tapi, aku tidak mendapat satu petunjuk pun.
“Sepertinya untuk menyelesaikan masalah ini aku harus mengambil
tindakan dan bukan hanya diam saja”, gumamku.
Esok harinya sekolah diliburkan, sekolah diliburkan sampai tiga
hari. Berita tentang insiden itu sampai juga di media, seluruh area Bekasi
dihebohkan dengan insiden itu. Aku memutuskan untuk melakukan penyelidikan
sendiri dengan mengunjungi rumah Dewi dan Galang. Kunjunganku tidak membuahkan
hasil, aku hanya mendapat informasi umum tentang mereka seperti tentang
keluarga, sekolah, hobi, dan beberapa kejadian masa lalu mereka. Yang menarik
adalah bahwa Galang pada masa lalunya bergaul dengan orang-orang yang bisa
dibilang kurang baik untuk diajak bergaul. Hal ini mulai memunculkan
kecurigaanku. Tapi, kalau teoriku benar, kenapa Dewi juga terlibat di dalamnya?
Tiga hari kemudian, aku masuk sekolah seperti biasa. Tapi, ada
sekolah tampak sepi karena banyak murid yang tidak masuk. Di kelas pun hanya
tinggal belasan orang saja yang masuk. Sekolah tampak berbeda sekali dengan
biasanya. Aku mulai merasa rindu akan suasana sekolah yang ramai dengan
suara-suara dan langkah kaki murid-murid. Lama-kelamaan aku juga mulai pusing
memikirkan masalah ini. Aku duduk di bangku kantin sambil meneguk segelas es
teh manis yang kubeli. Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku.
“Hei, kau melamun saja”.
“Eh, kamu yere bikin kaget saja, aku
Cuma minum sambil memikirkan insiden beberapa hari yang lalu”.
“Oh, mikirin Dewi yaaaa????”
“Iyalah, dia kan korban dari insiden
itu. Lagipula, siapa juga yang ada masalah sama mereka berdua? Mereka kan bukan
orang penting”.
“Hmm, iyasih. Tapi denger, orang
jahat melakukan hal jahat karena mereka bisa dan alasan mereka tidak harus uang
atau kekuasaan. Tapi, bisa juga karena mereka hanya ingin kesenangan”.
Perkataan Yere terngiang-ngiang di dalam pikiranku, Yere telah
memberi teori lain tentang motif penjahat-penjahat itu. Muncul lagi teori di
dalam pikiranku, apa penjahat-penjahat itu disewa? Bisa jadi ada orang yang
tidak suka terhadap Dewi atau Galang dan mereka menyewa untuk menculik mereka. Aku
ingin mendengar cerita versi temanku yang lain.
“Raihan, bisa bicara sebentar
tidak?”
“Oh boleh, ada apa?”
“Aku mau tahu tentang insiden
beberapa hari yang lalu”.
“Waktu itu murid-murid akan kembali
ke kelas masing-masing. Tiba sebuah mobil hitam masuk ke dalam sekolah. Enam
orang keluar dari mobil mengenakan pakaian serba hitam dan menggunakan topeng
badut. Kami disuruh tiarap di lapangan. Pada saat penjahat tersebut ingin pergi
mereka mengambil Dewi dan Galang”.
“Oh seperti itu ya? Terima Kasih ya
Raihan”.
Topeng Badut? Yere bilang bahwa penjahatnya menggunakan masker
hitam. Ada sesuatu yang aneh disini. Insiden ini mulai terasa seperti
penculikan daripada penyanderaan. Aku teringat akan masa lalu Galang yang suka
berteman dengan orang-orang “kurang baik”. Aku mulai menyelidiki tentang
Galang, aku mulai dengan menyelidiki meja tempat dia duduk. Tapi, tidak ada
satu pun petunjuk disana. Lalu, aku mulai menyelidiki lokernya, dan disana aku
mendapat buku catatan Galang. Di dalamnya berisikan gambar-gambar, catatan
harian, dan juga puisi-puisi yang dia buat. Akhirnya aku mendapat petunjuk, di
halaman terakhir terdapat cerita tentang masa lalu Galang dimana ia pada saat
itu suka sekali ‘nongkrong’ dengan teman-temannya. Aku ingin mengajak Yere ikut
menemaniku. Aku pergi ke rumahnya tapi yang dapat kutemui hanya ibunya. Ibunya
berkata bahwa Yere sudah pergi satu jam yang lalu entah kemana.
Aku pun mendatangi tempat dimana Galang suka ‘nongkrong’. Tidak ada
apa pun disana, hanya ada warung yang sudah tutup dan hamparan lapangan rumput
yang luas. Angin menerpa wajahku dan kesunyian menghinggapi telingaku, seperti
ada yang aneh. Tiba-tiba, ada yang memukul kepalaku dengan keras sampai-sampai
aku pingsan. Aku terbangun di sebuah ruangan. Kaki dan tanganku terikat di
sebuah kursi. Aku tidak bisa bergerak.
“Kau ingat perkataanku beberapa hari yang lalu, Raka?” Tiba-tiba
sebuah suara muncul dari dalam bayangan.
“Yere? Jadi kau yang melakukan semua ini?”
“Tentu saja. Kalau bukan, aku tidak akan berdiri disini”.
“Apa yang kau mau?”
“Kau ingat perkataanku beberapa hari yang lalu? Ya aku adalah tipe
orang jahat yang terakhir kusebutkan”.
“KAU GILA!!”
“Gila? Aku tidak gila. Kalau aku gila, aku tidak mungkin bisa untuk
melakukan hal ini. Aku hanya suka melihat orang lain bingung, marah, sedih, dan
masih banyak lagi”.
“ITU NAMANYA GILA!!”
“Gila? Bukan. Psikotik? Mungkin.”
“Lalu kenapa kau melibatkan Dewi dan Galang?”
“Aku tidak bisa tahan untuk melihatmu tersiksa karena Dewi diculik,
dan Galang? Galang hanya aku gunakan untuk memancingmu ke tempat yang aku mau.
Lagi pula aku tahu kau pasti akan mencurigai Galang”.
Aku mencoba berdiri dan menabrakan diriku ke Yere. Aku tabrakan
kursiku ke dia, kursiku yang hanya terbuat dari kayu langsung hancur seketika
saat menabrak Yere. Aku berlari keluar ruangan. “Kau bisa lari, tapi kau tak
bisa sembunyi!”. Itulah kata-kata yang kudengar saat langkahku sudah jauh dari
ruangan tadi. Aku menemukan sebuah ruangan. Kubuka. Lalu aku menemukan Galang
dan Dewi terikat di sebuah kursi. Aku buka ikatan mereka dan kuajak melarikan
diri.
Saat membuka pintu keluar, aku melihat sebuah warung dan sebuah
lapangan rumput. Ternyata kita disekap tidak jauh dari tempat ‘nongkrong’
Galang. Sekarang aku tahu kenapa Yere memilih Galang. Aku tidak tahu sudah jam berapa,
tapi hari sudah sore. Kami pun terus berlari, tujuan kami adalah mencari
perlindungan. Hal yang kutahu adalah aku sudah kehilangan temanku, temanku
menjadi musuhku dan aku tahu kalau dia akan kembali lagi untukku.
0 komentar