23. RAHMANIA INDRI ADHYAKSA - SALAH PAHAM
03.26
“Brenda, lo mau beli makanan gak?” kata-kata itu
membubarkan lamunanku. “Eh, gak usah deh, gue kenyang, Rell.”, kataku
kepadanya; Farrell. “Lo kenapa sih ngelamun terus? Masih mikirin ulangan lo
tadi? Santai kali, ada gue yang lebih parah dari lo, bren.” katanya menepuk
bahuku.
“Enggak lah, gue cuma lagi rada gak enak badan, semalem begadang ngerjain tugas fisika yang folio itu.” kataku menghela nafas. “Lo mau gue anter pulang? Daripada makin pusing.” katanya berdiri. “Ih emang gue suka cabut kaya lo, temenin gue keluar aja, rell. Mau cari udara segar nih, sumpek di kelas terus.” kataku mengajaknya keluar. Kami pun duduk di depan kelas kami yang berada didepan lapangan basket sekolah kami ini.
“Enggak lah, gue cuma lagi rada gak enak badan, semalem begadang ngerjain tugas fisika yang folio itu.” kataku menghela nafas. “Lo mau gue anter pulang? Daripada makin pusing.” katanya berdiri. “Ih emang gue suka cabut kaya lo, temenin gue keluar aja, rell. Mau cari udara segar nih, sumpek di kelas terus.” kataku mengajaknya keluar. Kami pun duduk di depan kelas kami yang berada didepan lapangan basket sekolah kami ini.
Sebelumnya, perkenalkan, namaku Ruth Brenda, dan
temanku bernama Farrell Jeremiah, kita berada dikelas yang sama sejak kelas 9
SMP, dan bertetangga sejak kami lahir. Sekarang kami menginjak kelas 11 SMA di
SMA Nusa Indah. “Eh yer!” teriak Farrell. Dan laki-laki itupun menghampiri
kami, ia memberhentikan permainan basketnya. Namanya Yeremia, ia kapten basket
disekolah kami. Senyumnya menawan, apalagi ia memiliki lesung pipit yang selalu
muncul ketika ia tersenyum kepada semua orang, tak heran jika banyak yang
menggemarinya, salah satunya aku sendiri. Aku sering melihatnya berlatih basket
ketika pulang sekolah hari kamis, dan aku selalu terkagum melihatnya bermain
basket. “Kenapa rell?” tanyanya. “Gue izin ya, gue mau nganterin anak ini
pulang ntar jadi gue gabisa latihan,” kata Farrell. “Hah? Kok gue? Gue gak
minta dianterin sama lo rell, lo kali yang mupeng.”
kataku. “Ah, santai aja. Lagian gue juga mau nyari yang kemaren gue cari di
internet di mall, rell. Jadi nggak?” katanya. “mau, gue mau. bareng samaan sama
lo pokoknya yer!” teriaknya. “Iya udah oke, eh gue ke kelas dulu ya, bye rell,
bye brenda.” katanya.
Ya Tuhan dia tau namaku. Bagaimana ia bisa tau namaku?
Hatiku mulai berbunga bunga dan senyumku mulai sumringah. Bagaimana jika ia pun
memiliki perasaan yang sama denganku, selama ini? Ah, tapi kata orang jangan
terlalu banyak berharap, dan lagipula hidup tidak segampang ini. “Bren? Woy,
ngapain lo senyum senyum kaya kadal” kata Farrell. “Ih apaan sih rell, emang
kadal senyum senyum, eh rell emang lo mau beli apa sama yere?” tanyaku menyenggolnya.
“Ada deh, mau tau aja lo. Eh bren, beresin buku yuk bentar lagi kan pulang,
tugas B. Indonesia juga udah selesai kan, tinggal kumpulin ke Ravi. Terus
pulang deh” katanya. “Ih rell, gue pulang pake Go-Jek aja.” kataku. “Jones amat sih lo, udah gapapa gue
anterin aja, lagian gue gamau kalo Yere gaikutan latihan, jelas jelas gue ikutan
basket gara-gara Yere.” katanya tersenyum. Hmm, apa yang dimaksud Farrell?
“Yaudah deh bentar, gue mau ke toilet dulu bareng Sekar.” kataku memanggil
Sekar kedalam kelas dan mengajaknya ke toilet.
“Sekarrr! Gila ya, tadi Yere manggil gue, gue seneng
banget sek! Kok dia tau nama gue ya?” Kataku. “Serius lo? Cerita cerita!” katanya.
“Tadi Farrell manggil Yere gitu kan, ngomongin soal latihan, terus pas dia
bilang dia mau balik ke kelas, dia bilang “bye Brenda” ya ampun gue seneng
banget tadi sek!” kataku bersemangat. “Jangan-jangan dia suka lagi sama lo
Bren, cie cie..” katanya menyenggol bahuku, dan aku hanya bisa tersipu malu,
dan berharap itu benar. “Eh tapi sek.. gue bingung deh, masa tadi Farrell
bilang dia cuma mau basket karena Yere..maksudnya apa ya?” tanyaku. Aku masih
kebingungan akan pernyataan Farrell tadi. “Farrell bilang gitu? Ah paling juga
karena Yere jago basket, lagian kayanya kan Farrell paling deketnya sama Yere
di basket.” katanya, sedikit masuk akal sebenarnya, hanya saja masih terasa
sedikit ganjal.
Malamnya, Farrell menelfonku, tidak seperti biasanya
sudah jam 11 ia baru menelfon, biasanya ia menelfon lebih cepat untuk
menyuruhku membantunya mengerjakan pr. “Halo, kenapa rell nelfon? Gue mau tidur
nih abis di kompres ibu gue” kataku mengeluh mengantuk. “Ah engga…anu, besok
sebelum lo nunggu jemputan kerumah gue dulu ya, gue gamasuk besok..gue mau
nitip surat buat hari rabu aja, gue barusan muntah muntah nih, ya kalo lo masuk
sekolah..” katanya, suaranya sedikit lemah. “Eh, lo gapapa? Yaudah besok gue
rada pagi kerumah lo, yaudah lo tidur aja gih, kalo ada tugas juga gue bawa aja
besok sekalian, cepet sembuh ya rell.” kataku. “Iya makasih ya bren, bye” katanya
menutup telfonnya. Akupun segera tidur.
“Farrell?” teriakku
didepan rumahnya. Ini jam 05.50 dan kuharap Farrell tidak lupa aku kesini. Dan
ibunya pun membukakan pintu untukku. “Eh Brenda, masuk dulu, Farrell nyuruh
masuk juga tuh, jemputannya masih lama kan nak?” katanya ramah. “Oh iya tante, masih
15 menit lagi kok..” ibunya pun membawaku ke bilik Farrell. “Hai bren.” katanya
lemas. Kulihat mukanya pucat seputih mayat. “Lo kenapa bisa sakit dah perasaan
kemaren gue yang sakit kenapa sekarang lo yang mau gamasuk?” Tanyaku. “Ah gak tau
gue, eh bren, ntar kayanya Yere nitipin barang gue kemaren, gue titip ya.
Pulang sekolah kesini lagi jagain gue dulu sebelum kerumah.” katanya. Akupun
makin penasaran, barang apa sebenarnya yang Farrell beli, dan sama dengan Yere?
“Lo nitip apaan deh, lo udah lama temenan sama gue kenapa rahasiaan rahasiaan
gitu” kataku. “Cuma case hp... Tapi
gue belinya couple gitu sama Yere jadi
samaan, lucu kan?” katanya. Aku pun mulai kebingungan. Couple?? Tidak mungkin kan Farrell dan Yere….itu? “Ih bren lo
kenapa sih ngelamun terus dari kemaren. Lo sakit juga?” kata Farrell. “Eh,
nggak. Masa sakit lo nular sih rell ke gue, gak mungkin lah. Yaudah nanti gue
samperin Yere nya. Lo istirahat aja rell, ntar kalo ada pr gue kasih tau..Udah
ya ah gue mau berangkat,” kataku. “Makasih ya bawel, sana ntar telat!” katanya
mengacak rambutku. Akupun berdiri dan keluar biliknya dan segera berpamitan
dengan ibunya. Lalu kurasakan langkah ku mulai berat seperti menyeret beban.
Aku mulai tak bersemangat sejak Farrell berbicara tentang case couple yang dia bicarakan tadi. Pikiranku seperti badai topan
yang riuh. Maksudku, untuk apa 2 lelaki memiliki case couple? Bukankah lelaki tidak suka hal-hal seperti itu? Aku
hanya tau jika case couple dipakai
untuk orang yang berpacaran, ah tapi tidak mungkin. Aku sangat yakin mereka
normal.
“Eh Sekar gue pengen cerita sama lo!” kataku langsung
menyerbunya sesegera mungkin setelah aku menginjakkan kaki dikelas ku. “Cerita
apasih, doi lagi?” kata Sekar. “Doi mulu lo pada!” kata Raihan menyambar kami,
akupun menarik Sekar keluar kelas. “Tadi gue kerumahnya Farrell. Dia nitip
surat. Terus dia bilang kalo Yere bakal nitipin ‘barang’ ke gue yang punya nya
Farrell. Dan guess what? Barang itu case couple.” kataku. Sekar langsung
terdiam dan termangu dengan mulutnya sedikit terbuka. “Seriusan?” kata Sekar.
“Farrell sendiri yang bilang, Sekar. Gue juga gimana gitu dengernya.” Dan
tiba-tiba Yere pun datang ke pandanganku. “Bren, ini barangnya Farrell, Farrell
suruh gue nitip ke lo, kasihin ya?” katanya. “Oh.I…Iya..” kataku terbata-bata.
“Makasih ya..” Ia pun tersenyum lebar padaku dan pergi, dan seketika hari ku
kembali cerah diterangi matahari pagi. Dan bel pun berbunyi, aku seketika lupa
apa yang membuat ku tidak semangat tadi.
Sudah hari jum’at, aku tidak melihat Farrell
menggunakan case hp itu, meskipun aku
tidak tau case itu seperti apa. “Bren,
lo pulang sendiri ya, ntar malem aja gue kerumah lo.” ucap Farrell. “Yaudah
emang biasanya sendiri kan, lo bukan ojek gue rell, emangnya lo mau kemana?” tanyaku,
dan yang kuharapkan ia tidak bilang sesuatu bersangkutan dengan Yere. “Mau ke
toko buku sama Yere di Gramedia deket rumah kita, dia minta ditemenin soalnya,”
seketika kakiku bergetar seperti gempa mengguncang tubuhku dan aku terjatuh.
“Eh bren? Lo kenapa??” Farrell langsung menolongku untuk berdiri. “Sorry gue
rada pusing, yaudah deh, gue nitip buku
Raditya Dika dong yang paling baru itu, ntar duitnya gue ganti, rell.” kataku
mencoba tenang. “Lo mau gue anter aja?” tanyanya masih memegangi bahuku.
“Enggak usah gue udah pesen gojek juga, rell. Gak papa kok gue.” kataku
tersenyum, dan kuharap bukan senyum pahit yang terlihat. Aku masih tidak
menyangka kalau mereka….tidak normal, dan Farrell tidak pernah cerita
sebelumnya, atau bahkan menampakkannya.
Akupun sampai dirumah dan aku menelfon Sekar. “Eh
bren, ada apaan? Gue lagi pacaran nih, jangan ganggu dong.” ocehannya. “Bantuin
gue dong… gue masih penasaran nih sama Yere dan Farrell. Mereka kan lagi jalan
bareng, lo liatin dong mereka kemana, mereka ke toko buku..” kataku. “Hmm,
yaudah deh, ntar gue kabarin ya bye” katanya menutup telfonku. Akupun menghela
nafas dan memejamkan mata sejenak.
“Brenda, makan dulu gih,” ibuku mengetuk pintuku. “Iya
ma, bentar ya abis ini aku makan,” kataku. Aku mengecek hp dan ada 3 missed
calls dan 4 sms dari Sekar.
“Brennnn”
“Gue ngeliat mereka nihh, mereka lagi makan bareng”
“Lo kemanaaa”
“Mereka pulang nih”
Aku mengabaikan sms darinya
dan aku keluar bilik untuk makan. “Brenda, ada Farrell nih..” ucap ibuku. “Sini
rell, makan bareng gue.” kataku. “Ngga ah, gue nunggu lu aja, gue abis makan
bareng Yere. Buku lo gue letakkin di meja depan ya” katanya duduk didepanku. Aku
semakin bingung akan mereka. Mungkinkah? Sepertinya tidak mungkin kalau mereka
tidak normal. “Lo makan kenapa ngelamun mulu sih, lo ngelamunin apaan? Cerita
dong.” Farrell melambaikan tangannya di didepanku. “Engga, gak ada apa apa,
terus tadi gimana sama Yere?” tanyaku. “Ya gak gimana gimana cuma ke toko buku
doang juga.” katanya. “Eh bren, besok temenin gue ya, gue mau main basket sama
Yere di lapangan depan.” Tambahnya. Ia memang tau bahwa aku sangat terkagum
dengan orang yang bermain basket. “Iya udah, ntar jemput gue ya.” kataku
melanjutkan makanku.
Aku masih belum bisa
tidur dengan tenang sampai pagi ini. Pikiranku masih terarah ke Farrell dan
Yere. Mungkin aku akan bertanya padanya nanti setelah mereka bermain, dan aku
harus siap menerima apapun jawaban Farrell, meskipun jika ia harus bilang kalau
ia juga tertarik dengan Yere. “Brenda!” Kudengar suara Farrell dari luar. Aku
pun mengikat rambut panjangku, memakai jaket abu-abuku dan segera menghampirinya.
“Jalan aja ya? Kan deket,” katanya yang kujawab hanya mengangguk. Aku tak
banyak berbicara dengannya, telingaku pekak akan detak jantungku, bukan hanya
karena bertemu Yere, tapi akan pertanyaan yang akan kutanyakan pada Farrell
nanti. Akupun mencari tempat duduk disekitar lapangan sembari melihat mereka
bermain. Yere sesekali senyum padaku lalu menoleh ke Farrell. Ya Tuhan,
malaikat kah yang kau turunkan ke bumi mu ini?
Sekitar 2 jam telah
lewat, Yere pun berpamitan dengan ku dan Farrell, aku melihat Yere berbisik
sesuatu kepadanya sebelum ia pergi. “Bren, disini aja ya dulu? Gue masih capek
banget.” katanya duduk disampingku. “Nih gue beliin minum.” ujarku memberikan
sebotol air mineral padanya. Setelah ia meneguk air itu sampai habis, ia pun
menghela nafas. “Bren, mau curhat nih gue, dengerin dong.” tukasnya. Mungkin ia
akan segera menceritakan padaku apa yang sebenarnya yang terjadi dengannya.
“Yaudah cerita lah.” jawabku berusaha tenang. “Jadi, gue udah lama suka sama
orang ini, cuma… duh, gue susah ngungkapinnya. Gue juga udah deket banget sama
dia dari lama.” petir pun seakan menyambar tubuhku, mungkinkah Yere yang
dimaksudnya?
“Rell, lo jujur ya…” kataku
menghela nafas. “Lo suka sama Yere ya?..” tanyaku. Farrell pun menatapku tajam sejenak,
dengan muka yang penuh tanya. Lalu ia pun tertawa terbahak bahak. “Ih jawab
rell!” kataku semakin gugup. “Enggak lah! Gue normal, apalagi Yere! Lo mabuk
ya? Apa lagi ngigo?” tanyanya menggoyang-goyangkan tubuhku. “Ih gue serius.
Banyak banget hal yang ngeganjal sejak seminggu yang lalu mulai dari lo bilang
beli case couple, terus lo jalan
berdua, bilang kalo ikut basket cuma karena Yere, itu ambigu rell!” ujarku. Aku
mulai merasa lega, mengetahui sahabatku dan orang kukagumi normal selama ini.
Ia pun tertawa lagi. “Case hp yang
gue beli itu gambar Thor sama Loki.
Lo tau kan gue suka banget sama Thor.
Ya sama aja kaya lo beli case hp Star
Wars sama gue, ya karena gue suka! Dan kebetulan Yere juga jadi gue sama dia
beli bareng. Terus juga gue ke toko buku bareng Yere buat nyari bola basket
buat sekolah. Lo tau kan di Gramedia ada jualan bola basket? Dan gue bilang gue
pengen ikut basket cuma karena Yere ya karena gue tau dia jago banget dan gue
pengen sejago dia. Dia gak bakal kali jadi kapten kalo dia gak jago. Dan
lagipula gue ikut basket biar gue bisa bikin kagum orang yang gue suka. Sekarang udah jelas?” ucapnya panjang lebar.
Aku pun menghela nafas lega. “Maaf ya kalo gue salah paham gak jelas gini, jauh
banget lagi mikirnya.” kataku tertawa canggung.
“Iya gak papa.” katanya
tersenyum “Terus, lo gimana sama orang yang lo suka itu?” tanyaku. “Ya gue
pengen bilang ke dia cuma gak ngerti caranya gimana.” katanya. “Yaudah, lo
langsung aja to the point. Lo telfon dia sekarang, gue yakin juga dia mau
nerima lo rell, apalagi kalo udah kenal deket banget.” ujarku menyemangatinya.
“Gue telfon sekarang nih?” tanyanya, dan aku mengangguk. Ia pun mengambil hp
nya dari tas sandangnya itu. Ia menghela nafas sebelum menelfon perempuan itu,
dan ia mulai tersenyum.
Lalu, tiba tiba hp ku
pun berdering.
1 komentar
ANJIR HAHAHAHAHA
BalasHapus