05. ANISA SEPTIANA DEWI - TAK ADA TANGGAL MERAH

04.57

Angka di kalender terlihat berwarna hitam seluruhnya. Setiap hari tugas semakin bertambah. Tugas pertama belum rampung ditambah lagi tugas berikutnya. Perlahan berkurang namun cepat bertambah. Belum lagi pekan ulangan harian yang membuat otak Aida tidak ada istirahatnya.
Wahhh permainan tadi seru sekali bagaimana kalau sekarang kita naik Biang Lala?
Terdengar nyanyian burung yang merdu dan suhu kamar pun semakin tinggi. Burung-burung bersama sang raja siang berhasil membangunnya. Bukan Aida yang pergi ke taman bermain namun roh nya yang bersenang-senang ketika dirinya terlelap.
Huhhh.. setidaknya aku sudah “refreshing” walaupun hanya sekedar mimpi.
Ia pun segera menuju ruangan yang membuat suaranya menjadi indah. Apalagi kalau bukan kamar mandi. Keluar dari ruangan tersebut, tubuh Aida merasa segar dan siap untuk menjalani rutinitas hariannya. Hari ini tanggal merah di kalender rumah tapi hitam di kalender miliknya. Ya.. Minggu yang seharusnya beristirahat atau sekedar berkumpul dengan keluarga berubah menjadi hari penuh pekerjaan rumah. Bukan hanya pekerjaan rumah dari sekolah tapi juga pekerjaan rumah yang sebenarnya.
Karena ketiadaan waktu luang baginya. Aida harus merapihkan kamar yang sudah sepekan ini belum dirapikannya. “Minggu depan ulangan Biologi BAB 7 ya!”, seketika suara bu Arini terlintas di pikirannya.
Huhhhh.... Untuk senin saja masih ada tugas yang belum terselesaikan, ditambah lagi hari selasa ulangan Biologi. Dan Senin malam aku harus berangkat les bahasa Inggris.
Ulangan Biologi selalu membuat dirinya tegang. Ia memang kurang mahir dalam pejaran Biologi. Dengan pikiran yang semerawut, Aida tetap melanjutkan pekerjaannya. Sedikit demi sedikit debu dikumpulkannya dengan menyapu lantai kamar. Tiba-tiba ibu memanggil Aida untuk sarapan. Dibuangnya debu itu ke tempat sampah dan dirinya pun segera mengampiri ibu. Makan pagi membuat Aida lupa akan segala beban yang dimilikinya. Itulah masakan Bu Sekar, selalu cocok dengan lidahnya.  
Usai makan pagi, ibu mengingatkan Aida akan suatu hal penting hari ini. Pesta ulang tahun Rahma, sahabat kecilnya. Aida hampir saja lupa dengan pesta itu, untung ibu mengingatkannya. Ia mengucapkan terima kasih kepada ibu dan segera mencuci piring miliknya. Karena pesta diadakan pukul 1 siang, Aida pun melanjutkan pekerjaan rumah yaitu menyapu taman yang penuh dengan daun berjatuhan. Tak lupa, dirinya juga menyiram tanaman di taman rumahnya. Seketika terlintas di benaknya, tugas yang belum terselesaikan, belum menyicil untuk ulangan Biologi dan dirinya harus menghadiri pesta ulang tahun Rahma. Semua hal itu membuat Aida bingung. Sampai akhirnya waktu menunjukan pukul 10, Aida bergegas ke kamar dan mencari baju mana yang cocok untuk menghadiri pesta Rahma. Sambil mencari baju, sambil memikirkan tugas.
Tugas, ulangan, les, ditambah lagi waktuku berkurang karena harus menghadiri pesta ulang tahun Rahma. Ahhhh diriku semakin bingung...
Sempat terlintas dipikirannya untuk tidak menghadiri pesta ulang tahun sahabatnya namun kali ini Rahma sudah menginjak usia 17 tahun. Bagaimana bisa Aida tidak menghadiri pesta yang akan sangat berkesan itu. Aida hanya berusaha menyemangatkan dirinya. Menurutnya, semua rintangan pasti ada jalan keluarnya. Walaupun kemungkinannya tipis sekali, tapi Aida yakin dirinya pasti bisa menyelesaikan semua tugas, menyicil untuk ulangan Biologi dan tetap menghadiri pesta ulang tahun Rahma.
Pukul 11.00, Aida yang telah menggunakan gaun indah bak putri kerajaan bergegas pergi ke lokasi pesta. Ia berangkat lebih awal karena takut terjebak oleh lautan kendaraan di ibukota. Beginilah nasib tinggal di ibukota. Bercengkrama dengan kemacetan sudah menjadi aktivitas harian, apalagi sekarang hari Minggu. Pesta pun berjalan hingga sore hari. Ketika pesta sudah selesai, Aida ingin segera pulang ke rumah. Namun masih ada sesi foto bersama, tak mungkin dirinya meninggalkan “moment” tersebut.
Sesampainya di rumah, hari sudah gelap. Tanpa berpikir panjang, Aida langsung menyambut semua tugas. Dikerjakannya tugas-tugas tersebut dengan harapan dirinya masih punya waktu untuk menyicil ulangan Biologi.
Ayolahhh.. Aku pasti bisa menyelesaikan ini semua. Biologi tidak mungkin menggunakan sistem kebut semalam.
Tanpa disadari, waktu berjalan sangat cepat. Sekarang sudah waktunya Aida untuk tidur, namun ia tetap memaksakan seluruh tubuhnya untuk terus bekerja agar tugas cepat selesai. Tubuh Aida berkata tidak, tapi Aida yakin sekitar sepuluh menit lagi pasti akan selesai. Detik demi detik, menit demi menit, dengan keyakinannya akhirnya tugas Aida selesai juga. Tempat tidur rasanya sudah memanggil tubuh Aida.
Alhamdulillah, tugas sudah selesai jadi besok pagi aku bisa menyicil untuk ulangan Biologi.
Tidak ketinggalan, Aida memasang alarm jam 02.30 pagi. Tidur adalah hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh Aida, karena dalam sehari Aida hanya tidur sekitar tiga sampai empat jam saja. Tapi kali ini, entah mengapa Aida tidak mendengar alarm miliknya. Mungkin dirinya sangat lelah hingga ia terbangun pukul 04.30.
Jam setengah lima? Mana bisa aku membaca buku Biologi, aku harus siap-siap untuk pergi ke sekolah agar tidak terjebak macet.
Jalan di ibukota memang sangat sepi sampai sering sekali terjadi kemacetan. Jarak rumah Aida ke sekolah hanya sekitar 5 km tapi ia harus berangkat pukul setengah enam pagi. Pikir Aida, ia bisa membaca buku di dalam mobil namun pada kenyataannya Aida terbangun di depan sekolah. Ketiduran, itulah penyakit anak sekolah.
“Aidaa, tugas kimia, seni budaya dan matematika sudah selesai?”, sahut seorang teman sebangkunya. “Sudah, tapi aku belum sempat nyicil ulangan Biologi.”, jawab Aida. Hari ini tidak ada satupun jam kosong. Padahal kalau ada jam kosong, Aida ingin memanfaatkannya untuk belajar Biologi.
Aida sampai dirumah pukul 15.37 ia langsung menuju ruang tidur yang penuh buku. Diambilnya buku Biologi setebal novel “Harry Potter and The Goblet of Fire”. Huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat dibacanya. Aida berusaha untuk memahami isi bacaan. Sekarang hari Senin, Aida ada les bahasa Inggris pukul 19.00 hingga pukul 21.00. Hal itu menyebabkan dirinya hanya memiliki waktu tiga jam saja untuk belajar Biologi.
Jam dinding cepat sekali berputar. Baru separuh BAB, masih ada sekitar 30 halaman lagi. Ya Allah, bantulah aku untuk mempelajari Biologi. Kata-kata asing membuatku semakin sulit mempelajarinya.
Malam ini, sepulang dari tempat les. Aida langsung berbaring di tempat tidurnya. Lagi-lagi Aida tidak mendengar alarm miliknya. Keadaan semakin membingungkan, hari ini ulangan Biologi dan Aida baru membaca separuh BAB. Ketika makan pagi, Aida menceritakan hal ini kepada ibu. Ibu hanya memberikan semangat dan mengatakan bahwa kita harus tetap berpikir positif. Bagi ibu, apabila kita berpikir positif makan semua akan berjalan lancar.
Dengan modal nasihat dari ibu dan pemahaman setengah BAB, Aida pergi kesekolah. Biologi ada pada jam pelajaran ke lima. Artinya masih ada waktu untuk membaca buku saat istirahat. Sebelum jam pelajaran Biologi ada mata pelajaran Matematika dan PPKn yang selama ini belum pernah kosong. Aida berharap, hari ini guru Matematika atau PPKn sedang ada urusan sehingga ada jam kosong. “Assalamualaikum. Wah kelasnya bersih sekali.”, guru Matematika memasuki kelas. Bak menaiki Histeria. Dirinya kaget dengan kedatangan guru Matematika. Alhasil Aida belajar matematika dengan perasaan resah.
Tapi ia tetap berpikir positif, pasti ada jalan, pasti ada waktu untuk belajar Biologi lagi. Harapan Aida menjadi kenyataan. Pada jam pelajaran ketiga, Afif seorang ketua kelas mengatakan bahwa guru PPKn tidak masuk karena sedang berada di luar kota untuk mengikuti “workshop”.
Kata-kata Afif mendinginkan pikiran Aida. Ia langsung membuka buku Biologi dan berusaha mempelajari setengah BAB lagi. Dengan bantuan teman-teman sekelas, Aida bisa dengan cepat mengerti pelajaran itu. Jam pelajaran kelima dimulai. Rasa gugup menghampiri Aida. “Yang duduk di sebelah kiri langsung ulangan dan sisanya keluar.”, ucap bu Arini. “Tunggu buu..”, sahut anak kelas. “Cepat, waktu berjalan. Kalian yang butuh ulangan bukan ibu.”, balas bu Arini.
Kalimat bu Arini menyelamatkan nyawa Aida. Dengan cepat ia keluar kelas sambil membawa buku Biologi berniat untuk mengulang-ulang apa yang telah ia pelajari. Waktu untuk gelombang pertama telah selesai, sekaran giliran Aida dan teman-teman yang juga duduk di sebelah kanan. Aida selalu mengingat nasihat ibunya, berpikir positif. Ia melangkah ke dalam kelas lalu mengerjakan ulangan dengan tenang.
Akhirnya Aida bisa menyelesaikan semua soal walaupun masih ada perasaan menjanggal di hati Aida. Tapi baginya ia sudah melakukan yang terbaik. Ini adalah pelajaran untuk Aida. Ia harus menyelesaikan tugas dengan efektif sehingga dirinya punya waktu untuk membaca buku pelajaran. Belajar bukan hanya untuk ulangan tapi juga untuk menambah wawasan.
Akhirnya aku berhasil melewati dua hari penuh rintangan ini...

Minggu berikutnya, ulangan Biologi dibagikan. Dengan perasaan tak percaya, Aida mendapatkan nilai terbagus di kelas bahkan dari beberapa kelas yang diajar bu Arini. Ia merasa sangat senang dan akan terus mempertahankan predikatnya. Sebenarnya semua akan berjalan lancar apabila kita selalu berpikir optimis dan disertai usaha yang maksimal. 

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe