30. SHINTA LITANIA - NADA 'TUK SAHABAT

02.16

Kulangkahkan kakiku dengan semangat. Semilir angin terus mendorongku untuk melangkah maju. Ah, segar! Kurasakan angin itu menerpa seluruh permukaan tubuhku. Warna lembayung senja mulai nampak, yang menandakan aku harus bergegas. Ya, aku tak boleh terlambat! Aku harus lekas sampai di Sanggar Titian, tempatku menggantungkan harapan dan asa.
Di sana, setiap minggu aku rutin  berlatih tarik suara. Anganku adalah menjadi penyanyi hebat seperti Whitney Houston dan Mariah Carey. Aku adalah penggemar berat mereka! Aku harus semangat kalau mau menjadi seperti mereka, karena sekarang aku hanyalah titik diantara garis.
Setibaku di sanggar, kumasukki bangunan itu dengan riang. Terdengar suara ribut dari arah aula. Didalamnya, sudah banyak anak-anak seumurku duduk rapi menghadap panggung. Aku segera mencari Vita, tetapi aku tidak dapat melihatnya dimana-mana. Vita adalah sahabat terbaikku. Dari SD sampai sekarang aku sudah SMP, kami terus bersekolah di tempat yang sama. Bahkan kami duduk bersebelahan.
“Lita, melamun saja!” teriak Lia yang membuyarkan lamunanku.
“Oh, hai ,” balasku , “Apakah kau melihat Vita?”
“Vita hari ini tidak masuk, sini duduk di sebelahku,” sahutnya sambil menepuk kursi di sebelahnya.
“Oh, terimakasih!”
“Hari ini ada apa, kok kita semua dikumpulkan di aula?”tanyaku penasaran.
“Bu Dewi mau memberikan pengumuman tentang pentas selanjutnya, yang akan diadakan sebulan lagi di GKJ.”
“GKJ ? Benarkah?” tanyaku dengan kagum. Sudah selalu menjadi impianku untuk tampil di sana.
“Kabarnya sih seperti itu. Belum tau  benar atau tidaknya.”
Suara ramai riuh yang sejak tadi terdengar tiba-tiba hilang. Rupanya, Bu Dewi telah memasukki aula. Bu Dewi adalah guru bernyanyi kami yang sangat kami hormati.
“Selamat sore, Bu!” teriak kami semua.
“Selamat sore, anak-anak” sahut beliau disertai senyum khasnya.
“ Pada kesempatan ini, ibu ingin mengumumkan sesuatu. Bulan depan, Sanggar Titian akan melaksanakan drama musikal di GKJ. Oleh karena itu, minggu depan akan dilaksanakan pemilihan pemeran-pemerannya.  Tolong siapkan sebuah lagu yang paling bermakna buat kalian, dan minggu depan kalian akan tampil disini satu persatu. Apakah kalian mengerti?”
“Mengerti, Bu!” angguk kami semua.
“Baiklah, pertemuan kali ini selesai. Kalau bisa, setiap anak lagunya berbeda . Siapkan lagunya dengan sebaik-baiknya, ya!”
“Oke, Bu!”
Anak-anak pun berebutan keluar kelas. Mungkin mereka langsung mau berlatih. Aku pun seperti itu. Aku ingin sekali mendapatkan peran utama!
“Lita, tunggu!” lagi-lagi suara Lia lah yang membuyarkan lamunanku.
“Ada apa, Lia?”
“Pengumuman hari ini, biar aku sampaikan ke Vita secara langsung, kan rumahnya dekat denganku.”
“Oke. Aku pulang duluan ya.”
“Hati-hati di jalan ya!”
“Kau juga. Sampai jumpa minggu depan!”
Hari sudah gelap, sehingga aku harus pulang ke rumah. Aku berniat menyanyikan lagu The Greatest Love of All yang merupakan lagu dari Whitney Houston yang paling kusuka.
“ I believe the children are our future. Teach them well and let them lead the way~”
Itulah potongan lirik yang kusenandungkan di jalan pulang. Aku juga sangat menyukai artinya.
Sesampaiku di rumah, ku lihat ada beberapa pesan Line dari Lia. Dia menanyakan lagu apa yang akan kunyanyikan minggu depan.  Kujawab dengan mantap, The Greatest Love of All!  Aku pun terus berlatih sampai aku tertidur dengan lirik lagu di tanganku.
Keesokan harinya, Lia bercerita padaku bahwa Vita akan menyanyikan lagu yang sama padaku. Aku tidak percaya, karena tak mungkin Vita melakukan itu. Dia kan sahabat terbaikku. Lia terus meyakinkanku bahwa hal itu benar. Tapi aku memilih untuk percaya pada Vita.
Akhirnya, hari ini tiba juga! Aku telah berlatih keras selama seminggu ini. Walaupun aku belum bisa melakukan vibra panjang seperti Whitney, tetapi aku akan berusaha semampuku. Setelah kukenakan pakaian terbaikku, aku berangkat ke sanggar.
Seperti biasa, sudah terlihat kerumunan orang banyak di aula. Mereka pun juga ribut hari ini, tetapi ributnya untuk berlatih. Semua orang tampak sudah mempersiapkan diri dengan matang. Aku harus semangat! Aku pun segera mencari Vita. Dia terlihat anggun dengan minidress krem polos.
“Vita, kemana saja kamu!” aku memanggilnya dengan riang.
“Hehe, minggu lalu aku sakit.”
“Kamu bisa sakit juga rupanya. Oiya, kamu sudah berlatih kan untuk hari ini? ”
“Tentu. Ayo kita ambil undian,”ujar Vita sambil menunjuk kearah kotak di dekat panggung.
Aku pun mengambil undian bersama dengan Vita. Ternyata, aku mendapat nomor 8 dan Vita mendapat nomor 9. Kami pun mengambil tempat duduk paling depan dekat panggng untuk menunggu giliran. Setelah satu persatu orang maju, tibalah giliranku. Vita pun juga dipanggil untuk bersiap dibelakang panggung. Aku sangat gugup, rasanya seperti mau copot jantungku.
Selesai aku menyanyikan lagu itu, aku sangat lega. Terbayar sudah cucuran keringatku selama seminggu ini. Memang sih, nyanyianku tidak sesempurna Whitney. Sama Vita saja aku masih kalah, hehehe. Tibalah giliran Vita. Tunggu! Kenapa musik ini terdengar sangat familiar? Sepertinya...
“ I believe the children are our future. Teach them well and let them lead the way~”
Vita menyanyikan lagu yang sama denganku! Tidak lupa, dia pun mengakhiri lagu itu dengan vibra panjang ala Whitney yang belum pernah bisa kunyanyikan. Ternyata, benar kata Lia! Tidak percaya aku, dia melakukan ini! Dia mungkin tahu bahwa aku tidak sesempurna dia. Padahal, aku sangat menginginkan untuk peran utama! Tanpa pikir panjang, aku  berlari keluar aula.
“Lita, tunggu! Kamu kenapa?” teriak Vita tersengal-sengal karena sambil mengejarku.
“Kenapa kamu menyanyikan lagu yang sama denganku! Kalau begini, penampilan kita pasti dibandingkan dan aku tidak akan mendapatkan peran yang kuinginkan! ” cercaku berapi-api.
“Maaf, aku tidak tahu kalau akan jadi begini. Aku diberitahu Lia...”
“Tidak usah bawa-bawa orang lain deh! Pokoknya, aku tidak mau lagi bersahabat denganmu.”
“Lita, tunggu. Dengarkan dulu...”
Aku langsung berbalik meninggalkan Vita. Keesokan harinya, aku mendengar dari Lia kalau Vita dipilih menjadi pemeran utama. Semakin kesal saja ku mendengarnya. Aku menyesal telah memilih memercayai Vita dibandingkan Lia. Sejak saat itu, aku selalu kemana-mana bersama Lia. Aku juga tidak pernah lagi mau ngobrol dengan Vita. Hampir setiap hari Vita berusaha meminta maaf kepadaku, tetapi aku tak mengacuhkannya.
Seminggu lagi, drama musikal itu akan dilangsungkan. Sekarang, pasti Vita sedang berlatih keras untuk mempersiapkan musikal itu. Ah, mengapa aku memerdulikannya! Kejadian di aula itu masih terekam jelas di otakku. Belum hilang rasa kesal yang berkecamuk di dadaku.
“Lita, tolong dengarkan aku kali ini!” teriak Vita memanggilku.
“Tidak bosan juga ya kamu, tiap hari mencoba bicara hal itu. Maaf, aku sudah tidak mau mendengar perkataanmu.  Aku sudah tidak percaya padamu!”jawabku tanpa menoleh ke arahnya.
“Aku tidak akan berpartisipasi dalam musikal minggu depan.”
“Maksudmu? ”aku pun kaget dan menoleh kepadanya.
“Aku menyadari kamu sangat menginginkan peran itu. Dan tentang saat itu, Lia memberitahuku bahwa Bu Dewi menyuruhku untuk menyanyikan lagu itu. Aku tidak tahu bahwa kamu juga menyanyikan lagu itu. ”
“Menyesal aku mau mendengarkanmu. Kamu terus-terusan menuduh Lia!”
“ Terserah kamu mau percaya padaku atau pada Lia. Sebentar lagi, Bu Dewi akan menelponmu untuk menanyakan kesiapanmu. Aku percaya, kamu pasti telah berlatih keras untuk itu. Good luck, Lita! “
Tak lama, telponku berdering. Benar saja, dari Bu Dewi! Aku segera mengangkatnya.
“Lita, apakah kamu mau menjadi pemeran utama drama musikal minggu depan?”
Tapi, anehnya aku tidak berniat lagi untuk mengiyakan  pertanyaan Bu Dewi. Terlintas di benakku, bahwa semua perkataan Vita adalah benar! Ternyata selama ini aku sudah salah paham.
“Lita, kamu kenapa diam saja?” tanya Bu Dewi yang membuyarkan lamunanku.
“ Maaf Bu, Sepertinya saya tidak bisa memutuskannya sekarang..”
“Yasudah, Ibu tunggu keputusanmu sampai besok ya.”
“Oke, Bu. Terimakasih.”
Aku pun segera berlari. Kali ini, aku yang berlari mengejar Vita.
Hari ini adalah hari drama musikal yang sudah kunantikan. Aku sudah yakin dengan keputusanku. Dengan mantap aku melangkahkan kaki ke sanggar.
“Leads you to a lonely place... Find your strength in love............~”
Semerbak vibra panjang Vita memenuhi aula. Kuputuskan untuk memberikan peran itu untuknya. Tentu, aku akan terus berlatih untuk menyamai kemampuan Vita.
“Lit, mengapa kamu tidak mengambil peran utama untukmu saja?”
“Aku sadar ketika mendengarkanmu, bahwa kamu memang yang paling pantas untuk menyanyikannya. Maafkan kesalahpahaman dan keegoisanku selama ini ya.”
“Aku juga salah kok. Tak seharusnya aku langsung percaya pada Lia.”
“Jadi, kita baikan nih?”
“Hmm... mau ga ya??”
“Ah, dasar kamu !!” tawaku sambil mengejarnya.
Hari itu, aku sadar. Bahwa ada yang jauh lebih penting dari sebuah peran utama. Satu kata, SA-HA-BAT.


You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe